Koruptor Vs T3r0risme Mana yang lebih bahaya ?

 

Lebih berbahaya manakah kejahatan ter*risme dibanding korupsi ?

Debat kita bisa panjang. Subyektif pikiran kita bisa sepanjang gerbong kereta api dan kita tak ketemu kata sepakat. Waktu kita habis buat berdebat tapi para penjahat itu jalan terus 

Dan sialnya, di negara kita, dua jenis kejahatan ini tumbuh sangat subur. Negara kita adalah surga bagi kejahatan seperti itu.

Dan maka kita ga terlalu kaget bila tetangga sebelah rumah yang jarang bergaul itu ternyata adalah ter*ris misalnya. Heboh kita hanya saat tiba-tiba Densus 88 sudah melakukan penangkapan di rumah itu.

Kita juga ga ambil pusing mau mikirin om atau pakde kita yang cuma pegawai Pemda tapi rumahnya gedong dan mobilnya 5. Senyum sinis kita hanya terjadi saat penyidik KPK menggeledah rumahnya.

Dua jenis pidana itu seperti tak pernah ada kata habis. Gugur satu tumbuh seribu. Dan satir kita berkata, "kalau ga kaya gini bukan Indonesia namanya."

Dan itu menjadi wajar manakala kita tahu bahwa penjara kita tak pernah berfungsi sebagai lembaga pemsayarakatan. Mereka yang awalnya copet, keluar penjara justru jadi rampok. Mereka yang korupsi, keluar tetap kaya raya dan tak ada kata kapok.

"Siapa dulu dong presidennya?"

Itu tak hanya terjadi pada pemerintahan Jokowi saja. Bahwa banyak pihak skeptis atas usaha Presiden untuk dapat bertindak tegas pada kejahatan semacam itu, itulah realitas kita hari ini.

Meski terlihat berjalan sangat lambat, secara perlahan simpul-simpul jahat dan rumit itu, sedikit demi sedikit mulai terlihat diurai pada pemerintahan saat ini.

Lihat saja cara baru Densus 88 berburu ter*ris akhir-akhir ini. Bukan mereka sebagai eksekutor atau pelaku pengeboman ditangkap, mereka sebagai pendana atau terkait dengan pendanaan adalah yang paling banyak diburu dan ditangkap. 

Cabut sampai akarnya seperti cara pak tani ketika membersihkan rumput atau gulma yang tumbuh di sekitar lahan pertaniannya adalah apa yang kita lihat sedang dilakukan oleh Densus 88. Menghentikan supply dana pada kegiatan ter*risme sama dengan mencabut akar permasalahan. 

Sama dengan pohon yang layu ketika akar tercabut, itulah makna siapapun terkait pendanaan kejahatan ter*risme harus ditangkap dan dipenjarakan. Dan itu telah dibuktikan.

Pada tindak korupsi, penjarakan dan miskinkan para koruptor adalah cara paling efisien. Dan kita tahu, kadang ancaman hukuman mati tak terlalu efektif bagi kebanyakan saudara kita. Seringkali, mereka justru sangat ketakutan ketika harus menjadi miskin.

Itulah makna Presiden kembali menekan DPR agar segera melakukan pembahasan RUU Perampasan Aset Dalam Tindak Pidana.

Kehadiran RUU Perampasan Aset Dalam Tindak Pidana ini diharapk.an dapat mengatasi berbagai masalah kekosongan hukum terkait penanganan hasil tindak pidana yang dirasa tidak optimal.

RUU ini juga dapat menyelamatkan aset negara dari para pelaku kejahatan khususnya koruptor atau perampok duit negara. 

Alasannya, dengan menggunakan RUU ini, aset yang TIDAK DAPAT DIBUKTIKAN berasal dari sumber yang SAH, DAPAT DIRAMPAS oleh negara. Ini hampir mirip seperti asas pembuktian terbalik yang selalu digaungkan Ahok. Dan ini adalah hal paling ditakuti oleh banyak pejabat kita. 

Konon DPR tak memasukkan RUU itu dalam prolegnas nya, dan maka Presiden gusar.

Ya, Presiden sudah sangat ingin UU itu segera dibuat, tapi partner nya dalam membuat UU tak terlalu antusias. 

Ya, kita pun paham, mana ada orang yang mau membuat aturan bila itu berdampak tak enak bagi para pembuatnya?

Posting Komentar

0 Komentar