RUWATAN "Tradisi Jawa Yang Masih Dipertahankan Hingga Kini"



Ruwatan Adalah Tradisi ritual Jawa sebagai sarana pembebasan dan penyucian,atas dosa/kesalahannya yang di perkirakan bisa berdampak kesialan di dalam hidupnya. 

Tradisi "upacara /ritual ruwatan" hingga kini masih di pergunakan orang jawa,sebagai sarana pembebasan dan penyucian manusia atas dosanya/kesalahannya yang berdampak kesialan di dalam hidupnya. 

Dalam cerita "wayang" dengan lakon Murwakala pada tradisi ruwatan di jawa ( jawa tengah) awalnya di perkirakan berkembang di dalam cerita jawa kuno,yang isi pokoknya memuat masalah pensucian, yaitu pembebasan dewa yang telah ternoda,agar menjadi suci kembali.

Arti Meruat 

mengatasi atau menghindari sesuatu kesusahan bathin dengan cara mengadakan pertunjukan/ritual dengan media wayang kulit yang mengambil tema/cerita Murwakala. 

Dalam tradisi jawa orang yang keberadaannya mengalami nandang sukerto/berada dalam dosa/kesialan,maka untuk mensucikan kembali,perlu mengadakan ritual tersebut. Menurut ceriteranya,orang yang manandang sukerto ini, di yakini akan menjadi mangsanya Batara Kala. 

Tokoh ini adalah anak Batara Guru ( dalam cerita wayang ) yang lahir karena nafsu yang tidak bisa di kendalikannya atas diri DewiUma,yang kemudian sepermanya jatuh ketengah laut,akhirnya menjelma menjadi raksasa,yang dalam tradisi pewayangan disebut " Kama salah kendang gumulung " 

Ketika raksasa ini menghadap ayahnya ( Batara guru ) untuk meminta makan,oleh Batara guru di beritahukan agar memakan manusia yang berdosa atau sukerta. 

Atas dasar inilah yang kemudian di carikan solusi,agar tak termakan Sang Batara Kala. 

ini di perlukan ritual ruwatan. Kata Murwakala / purwakala berasal dari kata purwa ( asalmuasal manusia ),dan 

pada lakon ini,yang menjadi titik pandangnya adalah kesadaran : atas ketidak sempurnanya diri manusia, yang selalu terlibat dalam kesalahan serta bisa berdampak timbulnya bencana ( salah kedaden ). 


Untuk pagelaran wayang kulit dengan lakon Murwakala biasanya di perlukan perlengkapan sbb : 

1. Alat musik jawa ( Gamelan ) 2. Wayang kulit satu kotak ( komplit ).

3. Kelir atau layar kain.

4. Blencong atau lampu dari minyak.

Selain peralatan tersebut di atas masih di perlukan sesajian yang berupa : 

1. Tuwuhan,yang terdiri dari pisang raja setundun,yang sudah matang dan baik,yang di tebang dengan batangnya di sertai cengkir gading ( kelapa muda ),

2.pohon tebu dengan daunnya. 3.daun beringin.

4.daun elo.

5.daun dadap serep.

6.daun apa-apa.

7.daun alang-alang.

8.daun meja.

9.daun kara.

10.daun kluwih.

yang semuanya itu di ikat berdiri pada tiang pintu depan sekaligus juga berfungsi sebagai hiasan/pajangan dan permohonan. 

Dua kembang mayang yang telah di hias di letakkan di belakang kelir ( layar ) kanan kiri.

bunga setaman dalam bokor di tempat di muka dalang,yang akan di gunakan untuk memandikan Batara Kala, orang yang diruwat dan lain lainya. 

Api ( batu arang ) di dalam anglo,kipas beserta kemenyan ( ratus wangi ) yang akan di pergunakan Kyai Dalang selama pertunjukan.

Kain mori putih kurang lebih panjangnya 3 meter,di rentangkan di bawah debog ( batang pisang ) panggungan dari muka layar ( kelir ) sampai di belakang layar dan ditaburi bunga mawar di muka kelir sebagai alas duduk Ki Dalang. 

sedangkan di belakang layar sebagai tempat duduk orang yang di ruwat dengan memakai selimut kain mori putih. 

Demikian tatacara Ritual Ruwatan. 

Pahami dengan baik dan laksanakan dengan penuh keyakinan dan penghayatan. Ingatlah,bukan berarti dengan sekali melakukan ritual ruwatan kita akan terbebas dari sengkala selamanya,tidak demikian. 

Sengkala dan kesialan akan bisa datang lagi kapan saja, maka setelah melakukan ritual ruwatan,jalankanlah kebaikan seperti telah di jelaskan diawal. Segala kebaikan kelak akan membuahkan kebaikan juga. Semoga bermanfaat.

Posting Komentar

0 Komentar